• Posted by : admin Linggo, Mayo 14, 2017


    Politik senantiasa menjadi pertarungan sandiwara yang disiasati seteliti mungkin untuk meraih kekuasaan. Twitter Fadli Zon sedang ramai membahas mengenai Nathan P Suwanto yang menyatakan akan membunuh Fadli Zon. Kita harus melihat lebih jauh apa dampak dari pembahasan tuntutan kepada Nathan ini. Yang harus pertama kali diperhatikan betul adalah, partai oposisi akan selalu mencari kesalahan sebagai bahan gosip pemerintahan yang tidak becus sembari menambahinya dengan dugaan-dugaan fiktif untuk menakut-nakuti massa  sehingga berpihak kepada partai oposisi.

    Kalau ada yang bertanya mengapa politik selalu gaduh dan penuh dengan keabu-abuan, jawabannya adalah jabatan dan eksplorasi kekayaan alam Indonesia Raya untuk kepuasan pribadi. Cobalah berfikir sejenak, 10 tahun SBY menjabat Papua tidak mengalami perubahan apa-apa. 3 Tahun Jokowi menjabat Papua sudah mulai dialiri listrik, sebanyak 55 kepala keluarga bisa menikmati listrik PLN. Beroperasinya listrik di kampung Buleubhe merupakan salah satu program dari papua terang dengan target 80 persen desa di Papua dan Papua Barat dialiri listrik secara serentak pada 2020 (Liputan6.com,25/4 ), Papua juga dibuatkan tol darat  agar bahan logistik menjadi murah alias sama rata dengan harga yang ada di pulau jawa. Jokowi-JK memang pancen oye.

    Lalu ada pula yang menyebarkan isu Archandra adalah antek Amerika yang berniat mengambil PT. Freeport, kalau memang antek asing mengapa begitu ngotot mengambil 51 % saham PT. Freeport agar Indonesia berkuasa di rumah sendiri ? Ini adalah siasat agar orang berkompeten dan berintegritas tidak mengendalikan sektor kekayaan alam. Tujuannya agar kerjasama bisnis sebagaimana Papa pinta saham ala Setya Novanto dan rekan-rekannya Oke-oke wae.

    Kita kembali pada tweet Fadli Zon. Apa kira-kira tujuannya ? Lihatlah paparan penjelasan sebagai berikut :


    1. Menimbulkan ketidakpercayaan kepada Kapolri sebagai institusi pemerintah sehingga dipersepsikan sebagai institusi yang tidak netral bila tidak menindak Nathan. 
    2. Mengambil simpati rakyat terhadap dirinya (legitimasi) bila polisi menindak lanjut sandiwara tweet_nya.
    3. Isu China digoreng, dimasak dan dibumbuhi.
    4. Didukung beberapa massa Islam karena Gerindra duet dengan PKS. Yang disasar adalah massa Islam.
    5. Mengalihkan fokus bahasan Miryam sang kunci korupsi besar-besaran dana 2,9 Triliun E-KTP dan fokus Polri dalam menangani aksi makar dan mesum Rizieq-Firza


    Melalui tulisan ini saya ingin mengingatkan para pembaca tentang keanehan yang terjadi dan terkesan menjadi hal yang biasa. Pertama, kasus SBY vs Antasari Azhar. Kalau memang SBY merasa terdzolimi dengan statement Antasari di H-1 sebelum Pilkada putaran pertama yang menjadikan suara Agus H Yudhoyono menjadi turun anjlok, mengapa SBY tidak menuntut Antasari sebagaimana GNPF menuntut bapak Basuki dipenjara ? Mengapa kemudian tidak lagi tweet-tweet di Twitter ?

    Bapak SBY sudah keluar rumah dan menemui sahabat Jokowi. Mengapa Hary Tanoe yang disebutkan Antasari sebagai utusan Cikeas (SBY) untuk pemberhentian penyelidikan kasus  Aulia Pohan tidak menuntut Antasari Azhar sebagai pemfitnah dan pencemar nama baik ?

    Kedua, kasus E-KTP ala DPR. Jika KPK sukses membongkar kasus ini, Papa Setya Novanto akan kembali guling dari kursi DPR. Saya meyakini bahwa banyak anggota DPR yang tersangkut dalam proyek E-KTP ini. Terbongkarnya kasus ini akan menggemparkan Indonesia dan menerang-benderangkan khalayak warga bahwa DPR adalah korporasi titik-titik.

    Sejarah adalah cerita yang terjadi di masa lalu dan terjadi kembali di masa sekarang dengan aktor dan settingan yang berbeda. Sejarah hanya bisa berubah bila kita belajar dari sejarah dan mengantisipasinya serapi mungkin. Sangat sulit dipungkiri bahwa pemerintahan Jokowi-JK banyak menyita perhatian mancanegara dan dalam negeri. Program-program kerja yang cepat, ketegasan dalam menghukum mati bandar narkoba dan penghancuran kapal  benar-benar efektif dan membangunkan para lawan untuk bergerak mengalahkan.



    Mengapa di zaman SBY tidak segaduh ini ? korupsinya rame-rame, jadi pada dapat semua. Ini asumsi saya ketika berkaca pada kasus Hambalang. Saran saya pada PakDhe, “Jangan sombong, harus evaluasi dan dievaluasi lagi agar lebih baik.”

    Di pemerintahan Jokowi-JK, anggaran ditekan sehemat mungkin untuk pendanaan infrastruktur negara dan kesejahteraan warga, jadi yang sudah habis banyak uang untuk duduk di kursi berkoar-koar dan menyusun strategi agar dapat kembali modal.

    Terakhir, Bapak Jokowi mengajarkan kita untuk menyambung silaturrahmi seromantis ruang veranda antara beliau dan Ibu Iriana. Anda sekalian ingat catatan 14 Maret 2017 ketika Jokowi mengajak Bapak Fadli, Bapak Fahri dan elite politisi lainnya untuk minum teh bersama dalam rangka menjaga ketenangan Pilkada DKI Jakarta ? Romantisme yang sederhana itu penting. Romantisme alami di halaman-halaman hijau.

    Pesan saya kepada Bapak Fadli dan Bapak Fahri “Pada akhirnya kita semua tidak bisa sempurna, kita hanya dapat merasakan kesempurnaan dalam kesempurnaan cinta seperti yang anaknya Sule (Rezky Febian) nyanyikan. Cintailah negeri ini sebagaimana anda mencintai keluarga-keluarga anda.”

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © Bersatu NKRI - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -