• Posted by : admin Lunes, Mayo 8, 2017


    Raut sedih dan kecewa terlihat dari massa pro Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas vonis majelis hakim. Massa terlihat sedih dan menangis atas vonis itu.

    Pantauan detikcom di Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2017), massa awalnya terlihat joget poco-poco saat pembacaan berkas putusan kasus Ahok.

    Saat itu, lagu berhenti dan seorang orator memberikan pengumuman terkait vonis 2 tahun untuk Ahok. Mendengar itu, massa terdiam sejenak.

    “Yaaaah,” teriak massa dengan nada kecewa.(detik)

    Tentunya bukan hanya mereka yang berada di dekat ruang pengadilan kecewa, hampir sebagian masyarakata kecewa. Keputusan hakim sangat janggal bahkan vonisnya melebihi dari tuntutan JPU.

    Yang amat mengecewakan, hakim menegasikan bahwa perkara ini tidak ada sangkut paut nya dengan Pilkada dan murni penodaan agama. Sementara pada kenyataannya tidak demikian, justru perkara ini sangat berkaitan dengan Pilkada.

    Yang paling ironis, hakim mendengarkan dan menyepakati saksi-saksi yang tidak mendengar langsung, melihat langsung, dan berada ditempat perkara. Sementara saksi seperti itu untuk meringankan dan bukan saksi fakta.

    Hakim menegasikan obkektifitas kasus, dan menyebutkan saksi-saksi yang disebut ada kaitan dengan FPI tidak ada hubungannya dengan Basuki.

    Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis bersalah terhadap Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam kasus dugaan penodaan agama.

    Majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto menyatakan terdakwa Ahok bersalah dalam kasus penodaan agama dan dihukum penjara selama 2 tahun.

    Vonis ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya menuntut terdakwa dengan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.

    Sebelumnya, Ahok didakwa melakukan penodaan agama lantaran mengutip Surat Al Maidah ayat 51 saat berpidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Ahok didakwa dengan dua pasal alternatif, yakni Pasal 156a KUHP dan atau Pasal 156 KUHP.

    Namun dalam tuntutannya, JPU mengabaikan Pasal 156a KUHP karena ucapan Ahok tak memenuhi unsur niat. JPU pun menuntut Ahok dengan Pasal 156 KUHP dan dituntut hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.

    Hal ini jarang terjadi, vonis hakim melebihi tuntutan jaksa penuntu umum. Ini membuat sedikit mencengangkan. Dan dalam pertimbangan yang dibacakan hakim, jelas sekali keterangan dari saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum Basuki seperti dinegasikan.

    Ahok mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim tersebut.

    “Kami akan melakukan banding,” kata Ahok dalam persidangan.

    Sedangkan jaksa akan melakukan pikir-pikir dalam waktu yang ditentukan dalam undang-undang. “Kami menghormati putusan majelis hakim. Kami akan menentukan sikap dengan waktu yang ditentukan Undang Undang,” kata jaksa.

    Majelis hakim mengingatkan Ahok dan tim pengacaranya. Meski sudah mengucapkan untuk banding, namun harus tetap memberikan catatan kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam catatan tersebut, Ahok dan tim pengacara menandatanganinya. “Di situ akan secara sah mengajukan banding,” kata hakim.

    Untuk salinan putusan, lanjut hakim, akan diberikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam waktu 1×24 jam. Sedangkan untuk penasihat hukum terdakwa, harus mengajukan permohonan secara tertulis. “Maka 1×24 jam dari permohonan akan mendapatkan salinan tersebut,” ujar hakim.

    Sebelumnya majelis Hakim memvonis terdakwa penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama dua tahun penjara. Ahok, sapaan akrabnya, terbukti secara meyakinkan telah melakukan penodaan agama, berkaitan dengan surah Al Maidah ayat 51.

    “Terbukti bersalah meyakinkan telah melakukan penodaan agama, pidana penjara dua tahun,” kata Majelis Hakim dalam pembacaan vonisnya.

    Majelis Hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto, dalam pembacaan vonisnya mengatakan, sejumlah hal yang memberatkan terdakwa adalah perasaan tidak bersalah atas apa yang dilakukannya sebagai tuduhan penodaan agama, kedua, apa yang dilakukan terdakwa mencederai kerukunan beragama.

    Coba kalian baca lagi yang memberatkan Basuki, itu sangat irasional, mencederai kerukanan beragama, mencenderai bagaimana? Serta perasaan tidak bersalah, loh dia memang tak bermaksud menghina, dia butuh suara mana mungkin menghina.

    Pertimbangan yang dibaca hakim anggota sungguh seperti lelucon. Pertimbangan hakim menegasikan objektifitas “kasus”. Video Buni Yani dikesampingkan, saksi ahli dari penasehat hukum dikesampingkan. Basuki mengajukan banding, sepertinya akan ada “drama” kembali.

    Masa saksi dari JPU sah meski tidak mendengarkan, melihat, atau berada ditempat perkara, padahal dalam aturan hukum, saksi ini untuk meringankan bukan saksi fakta.


    Sepertinya Drama “Antasari” kembali muncul.

    Yang lucu itu kasus ini djsebut tidak ada hubungan dengan pilkada, dan jarang terjadi vonis hakim lebih berat dari tuntutan JPU, Jiannnnncuk.

    Cari keadilan kok hakimnya cari jalan tengah, inikan “Anu” namanya.

    Apakah ini strategi lagi, lambang timbangan dipengadilan bergetar hari ini.

    Sekarang bagaimana Rizieq?

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © Bersatu NKRI - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -