• Posted by : admin Martes, Mayo 9, 2017


    Sedih rasanya membaca bahwa Ahok divonis 2 tahun penjara. Saya akui kali ini saya tidak bisa tidak tahan untuk tidak menangis. Karena sayang sekali putera terbaik bangsa harus menerima hukuman yang tidak setimpal dibanding apa yang diperbuatnya untuk banyak orang tanpa mengambil keuntungan sepeser pun. Meninggalkan ego dirinya hanya untuk memenuhi panggilam hati nuraninya. Sesuatu yang sama sekali tidak adil untuk pengorbanan yang sudah cukup besar.

    Sejak kemenangan Anies-Sandi saya sudah yakin bahwa hakim akan cuci tangan. Mengingat beringas-beringasnya orang-orang di luar sana yang bisa menelan mereka kapan saja mereka mau. Sementara pendukung dan pencinta Ahok dikenal jauh lebih kalem.

    Sejak dulu saya memang agak cukup pesimis dengan kemampuan berpolitik Ahok ketimbang Jokowi. Ahok orang bersih, tulus dan jujur tapi beliau lupa bahwa beliau ada dalam ranah politik. Dimana tidak pandai memainkan strategi, sebaik bagaimana pun kita tetap kita akan bisa diobok-obok dan dijungkirbalikkan jika kurang lihai.

    Salah satu penyebab utama banyak yang tidak suka Ahok juga karena standar kinerja Ahok cukup tinggi. Orang yang sudah terbiasa kerja santai pastinya sangat shock. Apalagi dengan budaya dan mental birokrasi yang sebagian besar suka memalak mellaui pungli. Hilanglah sebagian besar penghasilan mereka.

    Bagi mereka yang sudah terbiasa, hal itu tentunya menjadi suatu penderitaan tersendiri. Cara kerja Ahok memang lebih cocoknya diterapkan di negara-negara maju yang sudah terbiasa dengan kerja keras sehingga menciptakan lingkungan yang keras, kompetitif, individualis dan anti permisif  yang memang berpotensi membangun hubungan yang baik dengan rekan kerja.


    Tapi di samping itu keharmonisan keluarga juga bisa terancam. Tidak heran, mulai abad ke 19 angka perceraian tinggi dan mulai meningkatnya orang yang lebih memilih single daripada menikah di negara maju. Karena banyak orang yang merasa sulit profesional jika harus hidup seimbang.

    Tapi di Indonesia? Indonesia dikenal dengan rasa kekeluargaan yang erat dan terlalu permisif. Kalau terlalu keras memasang standar tinggi dalam bekerja bisa-bisa kita dibenci. Lihatlah Ahok. Sebenarnya kalau mau jujur, Ahok itu dibenci oleh mereka yang sebenarnya tidak siap mental dengan standar kerja tinggi Ahok. Jadi diperalatlah masyarakat dengan isu agama untuk melengserkannya.

    Perubahan yang secara tiba-tiba tanpa tahapan perlahan-lahan justru membuat beberapa orang kejang-kejang dan gegar otak sehingga akal sehat pun lumpuh, hati urani tergadaikan dan musuh mulai bermunculan.

    Belajar dari Ahok, menjadi jenius dan tulus saja tidak cukup. Tapi juga perlu cerdik. Kau boleh punya kemampuan spektakuler yang tidak banyak orang miliki, boleh punya karakter dan integritas di atas rata-rata tapi kalau kurang cerdik beradaptasi dan tidak menguasai medan pertempuran kita, kita bisa digilas.

    Saya ingat persis saat Ahok mengatakan bahwa Jokowi itu lebih berbahaya daripada dirinya. Ya, itu benar sekali. Jokowi itu sangat lihat dalam berpolitik daripada Ahok. Jokowi sulit dibaca oleh musuhnya karena terlalu banyak diam tapi tiba-tiba besok keluar keputusan yang tak disangka-sangka. Ibarat hujan deras tanpa angin dan tanda-tanda terlebih dahulu. Sementara Ahok blak-blakan sekali. Hampir semua strategi diumbarnya di balik kefrontalannya. Hanya dengan satu prinsip: menolak munafik dan ingin tampil apa adanya.

    Pelajaran buat kita semua, seksatria dan setulus bagaimana pun kita untuk menyelamatkan orang banyak, tapi pikirkanlah dulu untuk menyelamatkan diri sendiri lebih dulu. Egois? Nampaknya begitu. Tapi suka tidak suka, dalam dunia politik, jika tidak seperti itu, orang-orang baik akan dihabisi terus menerus dan itu berarti berikutnya rakyat pun akan dihabisi.

    Dalam politik memang tidak bisa bersikap naif. Karena politik itu sudah telanjur kejam. Tak bisa lagi mengatakan bahwa lawanlah kejahatan dengan kebaikan. Tapi perlu matang melihat kapan harus bertahan, menyerang dan bersikap naif. Semua ada tempat dan waktunya. Jangan sampai satu cara digeneralisir untuk semua konteks, selain mudah ditebak oleh lawan, tentu juga terlalu konyol.

    Saya berharap di persidangan banding selanjutnya ada harapan cerah bagi putra terbaik bangsa ini. Bagi yang terinspirasi dengan Ahok, belajarlah dari keteladanannya, tapi belajar pulalah dari kekeliruan Ahok. Karena berani dan benar saja tidak pernah cukup. Semua generasi yang benar dan berani harus memperbaiki apa yang masih kurang dari perjuangan Ahok.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © Bersatu NKRI - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -