Posted by : admin
Miyerkules, Mayo 10, 2017
Bagi penulis dan banyak orang lain , Ahok telah tampil dengan peran paling fenomenal dalam perjalanan sejarah negeri ini. Di tengah kesemrawutan tata pemerintahan DKI Jakarta lantaran dikerubuti lintah penghisap darah yang rakus pada hampir setiap tingkatannya, Ahok bergerak melawan arus. Ahok adalah anomali dalam sebuah sistem yang acak kadul. Anomali yang dalam dua tahun belakangan menjadi oase bagi rakyat yang rindu akan birokrasi yang bersih dan melayani segenap masyarakat yang dinaunginya.
Selepas Jokowi melengang menuju istana setelah memenangi Pilpres 2014, Ahok tak sekalipun lupa akan janji mereka berdua saat kampanye Pilkada DKI 2012 silam. Dalam dua tahun menjadi gubernur sepeninggalan Jokowi, Ahok terus bekerja keras. Bahkan sangat keras. Didampingi Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat, ia bagai tak kenal lelah mewujudkan mimpi untuk mentransformasi ibukota sebagai Jakarta yang baru.
Sejak sosok Ahok berkantor di Balai Kota, perubahan terjadi di sana sini. Pelayanan di kantor-kantor pelayanan publik meningkat begitu pesat. Tidak ada lagi pungutan liar lantaran kesejahteraan pegawai pemerintahan diperhatikan secara sungguh-sungguh. Dilansir dari sebuah berita yang diangkat kompas.com, untuk pegawai yang berstatus staf dan belum memiliki jabatan saja, besaran take home pay adalah Rp 9.592.000 untuk yang bertugas di bagian pelayanan, Rp 13.606.000 untuk bagian operasional, Rp 17.797.000 untuk bagian adminitrasi, dan 22.625.000 untuk bagian teknis.
Masyarakat kurang mampu tak luput dari perhatian Ahok. Kartu Jakarta Sehat tak sekedar janji kampanye saja, tapi dibuktikan dengan sungguh. Mereka yang sakit tak perlu bingung karena pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Jika timbul masalah terkait hal ini, tinggal sambangi saja Balai Kota. Saban pagi sebelum berkantor, Ahok setia mendengar keluh kesah warganya dan berusaha menyelesaikan masalah hingga tuntas.
Pada ranah pendidikan, Ahok buka mata lebar-lebar. Salah satu bentuk perhatian pemerintah mengenai hal ini adalah diterbitkannya Kartu Jakarta Pintar. Melaluinya, setiap pelajar di sekolah negeri mendapat subsidi pemerintah dengan besaran yang berbeda di setiap tingkatan.
Dalam banyak kesempatan, Ahok menyebut dirinya menjalankan konstitusi. Di kesempatan lain, dengan lugasnya ia menyebut diri sebagai anjing penjaga amanat masyarakat Jakarta. Karena itu ia tidak main-main soal melawan para penilap uang rakyat. Masih segar dalam dalam ingatan soal kisruh anggaran antara Ahok versus DPRD DKI pada awal 2015. Dengan coretan tangan bertuliskan “pemahaman nenek lu!” Ahok tanpa gentar sedikitpun menolak anggaran sebesar Rp 8,8 triliun yang diajukan DPRD melalui BAPPEDA untuk sosialisasi SK Gubernur DKI. Buntut coretan tangan itu adalah DPRD ngambek dan membatalkan Sidang Paripurna untuk mengesahkan APBD.
Konsistensi Ahok untuk melawan korupsi kemudian membuatnya menerapkan sistem e-budgeting untuk digunakan dalam penyusunan APBD DKI. Awalnya sistem ini mendapat penolakan dari dari DPRD DKI. Namun bukan Ahok namanya kalau ciut di depan barisan orang yang konon mewakili rakyat Jakarta tersebut. E-budgeting terbukti ampuh memangkas habis biaya-biaya siluman dalam APBD DKI. Setidaknya begitu transprannya anggran belanja DKI Jakarta masih dapat bertahan hingga bulan Oktober 2017 mendatang. Sebagai punggawa baru Balai Kota, pasangan Anies-Shandi belum menunjukkan respons positif terkait diteruskannya atau tidak warisan Ahok ini.
Sebagai gubernur, Ahok mendidik warganya sembari memanusiakan mereka yang terpinggirkan. Ia berkali-kali mengatakan penyempitan sungai adalah salah satu penyebab utama banjir acapkali jadi tamu rutin di kota ini.
Bantaran pun dibersihkan sehingga sungai kembali kepada fungsi utamanya. Untuk mereka yang sudah puluhan tahun menempati bantaran sungai, tidak sekalipun dibiarkan terlantar. Rusun-rusun dibangun agar mereka yang sebelumnya tinggal secara liar di bantaran sungai dapat hidup secara layak. Tidak sedikit fasilitas yang disediakan bagi para penghuni rusun tersebut.
Lantaran membereskan sungai yang selama puluhan tahun kehilangan fungsi serta menertibkan mereka yang tinggal secara liar di atas tanah negara, Ahok dicap tukang gusur. Padahal yang ia lakukan adalah keniscayaan demi kota yang tertata, bersih, dan menyejahterahkan warganya.
Melansir berita kompas.com ketika Ahok berada di kawasan Cibubur, awal Januari 2017 silam, ia mengatakan merelokasi ke rusun jauh lebih mendidik dan manusiawi ketimbang cara instan memberi uang kerohiman.
“Ini jauh lebih mendidik. Kita nih kaya orangtua. Jangan hanya karena mau jadi gubernur malah merusak mental rakyat jadi peminta-minta,” ujar Ahok ketika itu.
Berani menghadapi apapun agaknya sudah menjadi bawaan lahir seorang Ahok. Karena kata berani itu sendiri berarti kemampuan untuk menghalau rasa takut. Maka tatkala dirinya dirundung masalah pelik akibat tuduhan penistaan agama, tak sekali pun membuat kendur semangat untuk terus melayani warganya.
Sidang puluhan kali yang dihadirinya dengan dengan tekun walau raga dan jiwanya kerap terlihat lelah. Belum lagi ia harus menerima kenyataan bahwa hanya sepelemparan batu saja dari tempatnya bekerja, seri demonstrasi ratusan ribu masyarakat mengaku keyakinan mereka tercederai oleh ucapan Ahok di Kepulauan Seribu. Sepenggal kalimat yang dikutip secara serampangan oleh Buni Yani dan dengan begitu absurd menyulut provokasi massa yang besar dengan pekikan “tangkap Ahok, gantung Ahok”.
Ahok boleh saja dicerca banyak orang. Namun masyarakat yang mengedepankan nalar baik berdiri di belakang Ahok. Mereka adalah insan-insan dari berbagai lapisan masyarakat mulai dari ibu-ibu rumah tangga hingga para selebritis. Segala mereka lakukan untuk memberi dukungan kepada sosok manusia langka yang tengah dirongrong oleh kuasa jahat yang mendompleng gerakan bela agama. Kekalahan Ahok secara mengejutkan pada Pilkada DKI baru-baru ini tidak serta merta melunturkan dukungan.
Sebagaimana Ahok yang dengan begitu elegan menerima kekalahan, pendukung Ahok juga turut berlapang dada. Alih-alih merusuh, kekecewaan mereka lantaran Ahok harus menyudahi perannya balai kota diungkapkan dengan cara yang sangat manis; tujuh ribu karangan bunga yang menghiasi Balai Kota.
Sebagai manusia biasa, sudah barang tentu ada perasaan takut dan kalut melihat rentetan perkembangan peristiwa yang bisa saja mengancam jiwanya beserta keluarga. Namun Ahok terus maju melanjutkan tugasnya sebagai pelayan masyarakat. Ahok sudah mewakafkan dirinya untuk Jakarta dan hal itu diungkapkannya secara gamblang dengan rasa bangga yang tersirat jelas pada wajah.
Maka benarlah ungkapan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif kala mengomentari gaya Ahok, jauh sebelum geger penistaan agama merebak. Ia yang mengikuti sepak terjang Ahok meskipun belum kenal secara pribadi menganggap Ahok adalah sosok pemimpin petarung yang mungkin sudah putus urat takutnya. “Urusan membela duit rakyat dia kepalang tanggung pasang badan meski harus dikeroyok partai-partai di DPRD,” ujarnya sebagaimana dilansir dari merdeka.com.
Boleh jadi banyak yang mengganggap vonis bersalah dengan ganjaran dua tahun terhadap Ahok menjadi tanda berakhirnya kiprah Ahok yang telah memberi warna cerah dalam sengkarut politik Indonesia khususnya Jakarta. Sebagaimana karir politiknya yang ikut tamat ketika vonis bersalah tersebut nantinya memiliki kekuatan yang tetap jika proses banding tidak mengubah status. Namun Ahok telah menjadi berlian yang kemurniannya tetap abadi meski dipendam dalam kotoran paling najis sekalipun.
Sejarah sudah menulis kisah Ahok dalam goresan tinta emas. Kisah seorang anak negeri yang tanpa kenal lelah berjuang demi orang banyak. Anak negeri yang keberadaannya mengispirasi banyak orang, yang pada gilirannya kelak melahirkan banyak orang lain yang memiliki mental seperti Ahok.