• Posted by : admin Miyerkules, Mayo 10, 2017


    Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 2 tahun pidana penjara kepada Basuki Thajaya Purnama atau Ahok karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penodaan agama sebagaimana yang dimaksud Pasal 156 a huruf a KUHP. Namun ada beberapa pertimbangan hukum hakim yang janggal dan tidak beralasan secara hukum dan sangat memalukan, karena


    Pertimbangan hukum hakim: 
    ‘’Terdakwa jelas menyebut surat Almaidah 51 yang dikaitkan dengan kata dibohongi. Hal ini mengandung makna yang negatif, bahwa terdakwa telah menilai dan mempunyai anggapan bahwa orang yang menyampaikan surat Almaidah ayat 51 kepada umat atau masyarakat terkait pemilihan adalah bohong, dan membohongi umat atau masyarakat. Sehingga terdakwa sampai berpesan kepada warga masyarakat di Kepulauan Seribu, dengan mengatakan ‘jangan percaya sama orang’. Yang dimaksud orang di sini adalah jelas menunjuk orang yang menyampaikan surat Almaidah ayat 51.”

    “Dengan demikian, dari ucapannya tersebut terdakwa telah menganggap surat Almaidah ayat 51 itu sebagai alat untuk membohongi umat atau masyarakat, atau surat Almaidah ayat 51 itu sebagai sumber kebohongan. Dan dengan adanya anggapan demikian, maka menurut pengadilan, terdakwa telah merendahkan, melecehkan dan menghina surat Almaidah ayat 51, kitab suci agama Islam.”

    ‘’Menimbang, surat Al-Maidah ayat 51 adalah ayat alquran dalam surat Almaidah. Dengan demikian surat Almaidah ayat 51 adalah bagian dari Alquran, kitab suci Agama Islam, yang dijaga kesuciannya dan dipercaya serta diyakini kebenarannya oleh umat Islam. Siapapun yang menyampaikan ayat Alquran, sepanjang ayat itu disampaikan dengan benar, maka hal itu tidak boleh dikatakan membohongi umat atau masyarakat’’.

    ‘’Dan karena Surat Almaidah ayat 51 itu adalah bagian dari kitab suci Alquran, maka dengan merendahkan, melecehkan dan menghina Almaidah ayat 51 sama halnya merendahkan, melecehkan dan menghina kitab suci Alquran’’.

    Argumentasi hukum yang mematahkan pertimbangan hakim di atas:

    Pertimbangan hakim di atas memuat kalimat:’’Dan karena Surat Almaidah ayat 51 itu adalah bagian dari kitab suci Alquran, maka dengan merendahkan, melecehkan dan menghina Almaidah ayat 51 sama halnya merendahkan, melecehkan dan menghina kitab suci Alquran’’ + pertimbangan: Dan dengan adanya anggapan demikian, maka menurut pengadilan, terdakwa telah merendahkan, melecehkan dan menghina surat Almaidah ayat 51, kitab suci agama Islam’’, Apa arti dari pertimbangan hukm tersebut? Artinya, vonis hakim yang menyimpulkan bahwa Ahok yang dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penodaan agama adalah bertentangan dengan asas legalitas Pasal 1 ayat (1) KUHP.

    Karena yang membuat hakim menjatuhkan vonis 2 tahun pidana penjara jika mengacu pada dua diantara pertimbangan hukum di atas, maka vonis yang dijatuhkan kepada Ahok adalah BUKAN berdasarkan Pasal 156 a huruf a KUHP tentang penodaan agama. Mengapa begitu, apa argumentasi hukumnya?

    Kalimat dalam pertimbangan hakim: bahwa menghina Almaidah ayat 51 sama halnya merendahkan, melecehkan dan menghina kitab suci Alquran’’, ADALAH kenyataan yang tidak bisa dibantah bahwa Ahok sebenarnya bukan divonis hakim karena penodaan agama tetapi divonis karena penghinaan kitab suci, itu bisa dilihat dari pertimbangan hukum di atas.

    Karena jika Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penodaan agama, MENGAPA yang keluar justru kalimat: bahwa menghina Almaidah ayat 51 sama halnya merendahkan, melecehkan dan menghina kitab suci Alquran’’? HARUSNYA kalimat yang keluar adalah kalimat ‘’penodaan agama’’ BUKAN kalimat ‘’penghinaan kitab suci’’ sebagaimana dalam beberapa pertimbangan hukum di atas. Jadi Pasal 156 a huruf a KUHP yang digunakan hakim untuk memvonis Ahok SUDAH melenceng jauh dari salah satu isi pertimbangan hukumnya. Menggunakan Pasal 156 a huruf a KUHP tentang penodaan agama untuk memvonis Ahok TETAPI dalam pertimbangannya menyatakan menghina kitab suci agama Islam, Alquran.

    Dan secara hukum makin terang dan jelas bahwa hakim memvonis Ahok bukan berdasarkan Pasal 156 a huruf a KUHP tentang penodaan agama, tetap hakim menilai itu penghinaan kitab suci agama Islam, sehingga secara hukum ini akan memudahkan posisi Ahok saat banding diajukan karena aturan penghinaan kitab suci yang ditimpakan kepada Ahok oleh majelis hakim belum berlaku karena masih dalam bentuk RUU KUHP, Pasal 343 RUU KUHP, yang belum disahkan dan belum berlaku hingga hari ini. Jadi keputusan hakim memvonis Ahok dengan menggunakan Pasal 156 a huruf a KUHP tapi ternyata dalam pertimbangan hukumya MENYATAKAN penghinaan kitab suci, maka hakim sudah menabrak  asas legalitas Pasal 1 yata 1 KUHP yang berbunyi: ‘’suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada’’.
    Pertimbangan hukum hakim: 
    ‘’Menimbang, bahwa dengan adanya barang bukti berupa buku ‘Merubah Indonesia’ yang ditulis terdakwa pada 2008, halaman 40 di bawah sub judul ‘Berlindung di balik ayat suci, terdakwa sudah pernah menyebut surat Almaidah ayat 51 dengan mengatakan ‘’dari oknum elit yang berlindung di balik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan surat Almaidah ayat 51’ hal itu menujukan bahwa terdakwa sudah tahu dan paham bahwa surat Almaidah itu bagian dari ayat suci agama Islam, bagian dari kitab suci Alquran, kitab suci umat Islam. Oleh karena itu harus dihargai dan dihormati oleh siapapun, baik oleh umat Islam sendiri maupun umat agama lain, termasuk terdakwa.

    “Menimbang, bahwa terkait soal pemilihan, karena di kalangan umat Islam terjadi perbedaan pendapat tentang makna kata awliya, dimana sebagian dimaknai sebagai pemimpin, dan sebagian dimaknai teman dekat, maka apabila ada orang mengikuti pendapat bahwa awlia adalah pemimpin, dan orang itu menyampaikan surat Almaidah ayat 51 kepada sesama umat Islam dan meminta agar memilih pemimpin yang seagama, maka hal itu secara hukum tidak dilarang, dan itu bukan SARA. Sama halnya orang meminta orang memilih pemimpin dari suku yang sama, dari asal daerah yang sama, dari ras yang sama, dari golongan yang sama, atau dari partai yang sama, dalam alam demokrasi hal itu adalah tidak dilarang dan bukan SARA. Adapun yang dilarang dan menjurus SARA adalah apabila yang dilakukan bersifat menyerang kehormatan, menjelek-jelekkan, melecehkan, merendahkan atau menghina suku lain, agama lain, ras lain atau golongan lain’’.

    ‘’Oleh karena ucapan terdakwa di hadapan warga masyarakat Kepulauan Seribu itu telah merendahkan, melecehkan dan menghina kitab suci Alquran, yang merupakan kitab suci umat Islam, maka dalam hal ini menurut pendapat pengadilan, bahwa ucapan terdakwa yang mengatakan ‘jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu tidak bisa pilih saja, iya kan dibohongi pakai surat Almaidah 51 macam-macam itu’ adalah merupakan ucapan yang pada pokoknya telah mengandung sifat penodaan terhadap agama Islam sebagai salah satu agama yang dianut di Indonesia’’.

    Argumentasi hukum yang mematahkan pertimbangan hakim di atas:

    Pertimbangan hakim di atas memuat kalimat: ‘’Oleh karena ucapan terdakwa di hadapan warga masyarakat Kepulauan Seribu itu telah merendahkan, melecehkan dan menghina kitab suci Alquran, yang merupakan kitab suci umat Islam, ITU menegaskan bahwa hakim yakin Ahok tidak melakukan penodaan agama, karena dalam kalimat itu hanya ada kalimat menghina kitab suci yang telah diulang berulang-ulang dalam beberapa pertimbangan hukumnya.

    TAPI di kalimat selanjutnya masih dalam paragraf yang sama, dalam pertimbangan hukum kesimpulan ada kalimat:’’ maka dalam hal ini menurut pendapat pengadilan, bahwa ucapan terdakwa yang mengatakan ‘jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu tidak bisa pilih saja, iya kan dibohongi pakai surat Almaidah 51 macam-macam itu’ adalah merupakan ucapan yang pada pokoknya telah mengandung sifat penodaan terhadap agama Islam sebagai salah satu agama yang dianut di Indonesia’’.

    Kalimat ‘’penodaan agama’’ yang disimpulkan majelis hakim menujukan bahwa majelis hakim TIDAK KONSISTEN DENGAN PERTIMBANGAN HUKUM SEBELUMNYA YANG MENYATAKAN MENGHINA KITAB SUCI ALQURAN. Sehingga makin terlihat jelas dan terang bahwa sebetulnya majelis hakim SUDAH ragu-ragu dengan dua pasal yang didakwakan kepada Ahok, seharusnya yang diambil hakim yakni vonis bebas dengan berhaluan pada asas IN DUBIO PRO REO.



    TAPI karena kuatnya tekanan massa maka hakim tidak berdaya dan tidak tahan selain harus terpaksa menjatuhkan vonis 2 tahun pidana penjara kepada Ahok. Dan adanya ketidakonsistenan dalam pertimbangan hukum ADALAH celah hukum yang akan menguntungkan Ahok di tingkat banding. Peluang Ahok bebas di tingkat banding membesar karena dalam pertimbangan awal menyatakan penghinaan kitab suci, TAPI berubah dalam kesimpulan menjadi penodaan agama. Dan majelis hakim dalam perkara Ahok harus ingat sejarah Pasal 156 a  KUHP TIDAK PERNAH lahir/terbit karena ada perasaan atau ucapan TAPI Pasal 156 a KUHP terbit/lahir karena adanya PERBUATAN menginjak-injak Alquran.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © Bersatu NKRI - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -