Posted by : admin
Sabado, Abril 29, 2017
Buni Yani menilai status tersangka yang kini disandangnya merupakan akibat dari ulah buzzer Ahok yang disebutnya sudah memelintir kasus ini terlalu jauh. Buzzer Ahok juga terlalu dini di dalam mempermasalahkan caption yang ditulis dalam video yang sudah dipotong dan di upload ke media sosial Buni Yani.
Padahal, kata Buni Yani, apa yang ditulisnya merupakan partial quotation yang sebenarnya lumrah terjadi. Ia menyebut pemotongan video berupa penghilangan atau penambahan kata kutipan tidak masalah sepanjang bertujuan untuk memperjelas dan tidak menghilangkan makna.“Buzzer-nya belum mengetahui bahwa saya paham masalah ini. Saya tahu masalahnya. Silakan berdebat dengan saya. Yang paling pintar pendukung dia deh, bawa ke sini. Berdebat dengan saya saja untuk masalah ini,” – Buni Yani, Pemotong Video Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu
Bukanlah sebuah hal yang berlebihan jika kita menjatuhkan kesimpulan kepada Buni Yani sebagai seorang yang “cerdas”. Saking cerdasnya, ia tidak sadar bahwa video yang dipotong olehnya, mengakibatkan lebih dari tujuh juta laskar dari berbagai daerah, datang memenuhi Jalan Medan Merdeka. Bayangkan! Tujuh juta!
Apakah Buni Yani lupa akan kejadian besar ini yang diakibatkan karena dirinya? Bisa saja ia lupa akan perbuatannya menghilangkan kata “pakai”, yang menyulut para kaum sumbu pendek dan bumi datar untuk melaksanakan aksi-aksi bela (katanya) Islam. Tekanan hidupnya yang begitu tinggi, membuatnya amnesia. Bahkan ia sampai menjual mug untuk membantu dirinya mengikuti persidangan.
Berbeda dengan Anies yang sudah berdamai dengan Prabowo yang adalah masa lalunya, Buni Yani tidak. Rupanya Buni Yani masih terperangkap di masa lalunya, yang pernah mengajar sebagai dosen di LSPR (London School of Public Relation). Ia masih menganggap bahwa para buzzer Ahok seperti mahasiswanya. Ia masih sulit menerima keberadaan dirinya yang sudah mengundurkan diri dari kampus tersebut.“Yang dikatakan mereka hanya Buni Yani punya niat jahat. Dipelintir semua. Jadi tolong ini dipahami. Jangan mendengar kata buzzer. Saya ini mengerti masalahnya. Saya mengajar soal ini,” – Buni Yani, Pemotong Video Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu
Maka dengan kasus ini, Buni Yani sangat tertekan, bukan hanya sudah mengundurkan diri dari universitas tempatnya mengajar, ia mendapatkan tekanan dari para buzzer Ahok. Maka tidak heran apa yang sudah Buni Yani alami, membuat segala peluang kerjanya tertutup. Tentu tidak ada perusahaan yang mau menerima, meskipun ia “cerdas”. Banyak perusahaan yang menutup pintu untuk seorang Buni Yani.
Maka ia terpaksa harus menggalang dukungan dari para simpatisan yang masih sepemikiran dengan Buni Yani. Buni Yani sampai menjual mug atau cangkir, sebagai suatu kegiatan yang diharapkan menggerakkan hati para simpatisan dan par alumni bela (katanya) Islam ini.
Sudah jatuh, tertimpa tangga, diinjak-injak buzzer Ahok pula! – Gue
Sepertinya memang buzzer Ahok ini tidak tanggung-tanggung membully Buni Yani. Buni Yani pun geram dan akhirnya memberanikan diri untuk menantang para buzzer Ahok. Saya rasa ia sendiri pun tidak mengetahui siapa buzzer yang dimaksud. Sampai sekarang tidak ada reaksi yang terlalu heboh dari buzzer Ahok. Tidak ada buzzer yang merasa dinista oleh kalimat Buni Yani ini.
Tuhan sepertinya dibuat “menyerah” dengan orang-orang semacam Buni Yani. Konspirasi pemotongan video Ahok oleh Buni Yani ternyata lebih “hebat” dari konspirasi Tuhan. Bahkan saking canggihnya Buni Yani, hanya dengan memotong satu kata, yaitu kata “pakai”, ia dapat mendatangkan tujuh juta laskar.
Apa yang dilakukannya pun sangat “cerdas”, dan ia merasa tidak ada yang salah. Mungkin tidak berlebihan jika para pengikut dan para simpatisan, menyebut Buni Yani sebagai “Tuhan”, yang pasti para pembaca Seword yang waras tidak akan ikut-ikutan.
Untuk para buzzer Ahok, jika kalian ingin menolong Buni Yani, silakan datang dan debat dengannya. Mungkin dengan berdebat dengan Buni Yani, ia akan sedikit tertolong dengan donasi yang akan makin banyak. Kasihan Buni Yani, mencari dukungan dengan cara berdebat, bahkan dengan menggalang dana dengan judul “Sebuah Cangkir untuk Buni”. Kita yakin pasti Buni Yani menang!
Buni Yani memiliki latar belakang yang sama dengan saya. Kami sama-sama pendidik. Di dalam pendidikan, kata-kata yang banyak tidak serta merta membuat murid terinspirasi. Namun Buni Yani berbeda. Hanya dengan menghilangkan satu kata, ia dapat menginspirasi tujuh juta laskar dari seluruh Indonesia berkumpul. Betul-betul bukan permainan! Apakah para buzzer masih berani berdebat dengan Buni Yani? Seberapa banyak kalimat Anda, jika Buni Yani hilangkan satu kata dari statement Anda, kelar deh idup loe!
Betul kan yang saya katakan?Jadi yang hebat kata-kata Pak Ahok atau Buni Yani? hehehe – Gue