• Posted by : admin Sabado, Mayo 13, 2017


    Ketua Komisi Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengungkapkan kekhawatirannya perihal benih-benih kebencian berdasarkan aspek keagamaan yang telah menjamah anak-anak usia dini.

    Arist mengatakan di beberapa derah muncul fenomena anak-anak mengolok temannya yang berbeda agama dengan sebutan kafir. "Kasusnya sama seperti bullying, tetapi kini verbalnya didasari identitas keagaaman. Itu mengkhawatirkan sekali," kata Arist, Jumat (12/5).

    Selain mengolok teman, Arist menemukan fenomena anak-anak yang mempersoalkan identitas kafir. Dia mengatakan Komnas PA pernah mendapat aduan dari guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang mengajak murid-muridnya mengunjungi suatu mall.

    "Mestinya kan muncul pertanyaan, mal itu apa gunanya. Tapi ada pertanyaan, itu malnya orang kafir atau bukan? Yang punya seagama atau tidak? Itu kan mengerikan," tutur Arist.

    Arist menyatakan kaget bukan kepalang saat mendapat laporan tersebut. Dia tidak menyangka bahwa benih kebencian yang bernuansa agama sudah mengontaminasi anak usia dini. Fenomena ini, kata Aris, terjadi di hampir semua provinsi.

    Anak ‘korban’ politik orang tua

    Berdasarkan temuan Komnas PA, ungkapan kebencian tidak hanya terjadi antara dua anak yang berbeda agama, tetapi juga anak yang beragama sama. Bagi mereka yang menganut agama serupa, olokan yang menyakitkan bernuansa agama karena faktor perbedaan pendapat.

    Dia mengatakan, ketika anak usia dini saja sudah terkontaminasi oleh benih kebencian berdasar agama, maka tidak heran jika hal serupa menjamah murid di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

    Misalnya, kata Arist, di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat sempat ada aduan tentang sikap murid sekolah dasar yang berani mengancam teman sekelasnya, karena perbedaan pandangan agama.

    "Di sana ada anak-anak yang berani mengancam, nanti kubakar rumahmu," tutur Arist.

    Arist menyangkal maraknya penggunaan kata 'kafir' dan sejenisnya merupakan dampak dari kasus yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Arist mengaku mendapat aduan-aduan tersebut sejak 2015.

    Arist menyayangkan ketika anak-anak turut dilibatkan dalam misi dan hasrat politik orang dewasa. Menurutnya, hal tersebut merupakan wujud eksploitasi anak untuk kepentingan-kepentingan politik.

    "Tidak jarang anak-anak diajak dan dilibatkan di berbagai aksi demonstrasi tanpa anak mengerti apanyang terjadi dapat mengancam keselamatan anak," ujar Arist.

    Arist menyerukan agar semua pihak turut aktif dalam menangkal benih-benih paham radikalisme dan intoleransi. Mereka yang harus paling aktif dalam mengemban tugas itu menurut Arist antara lain orang tua, tenaga pengajar, dan tokoh agama.

    "Menyerukan dan mengajak semua pihak khususnya keluarga dan masyarakat untuk tidak melibatkan anak-anak dalam segala bentuk aksi-aksi untuk kepentingan orang dewasa," kata Arist.

    Leave a Reply

    Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

  • - Copyright © Bersatu NKRI - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -